Babi Bernapas Lewat Rektum dan Terapi Saturasi Pasien Covid-19
Injeksi triliunan gelembung mikro berisi gas oksigen ke dalam rektum (anus) menunjukkan kemampuannya meningkatkan kadar oksigen dalam darah pada babi. Bukan itu saja, kadar karbon dioksida pada babi yang organ paru-parunya rusak karena asap tersebut juga berkurang.
Para peneliti kini berupaya menguji keamanan dari prosedur injeksi itu pada relawan manusia yang sehat. Harapannya, bisa diadopsi untuk menolong orang-orang yang didiagnosis dengan tingkat saturasi (kadar oksigen dalam darah) rendah—apapun pemicunya.
“Sebagai contoh, orang dengan Covid-19 kerap datang ke rumah sakit dengan kondisi saturasi rendah, bahkan sangat rendah,” kata Robert Scribner dari Respirogen, perusahaan di Colorado, Amerika Serikat, yang sedang berupaya membuat prosedur itu komersil.
Menurutnya, uji itu akan menjadi terapi yang sangat baik untuk memompa saturasi pada pasien Covid-19. “Dan sangat mungkin para pasien tak perlu lagi ditempatkan pada mesin ventilator,” kata Scribner yang bersama timnya telah mengirim hasil studinya ke server preprint bioRxiv dan diunggah pada 9 Desember 2021.
Pada babi, uji disebutkan hanya memerlukan waktu beberapa jam. Terapi saturasi pada manusia nanti, menurut Keely Buesing, anggota tim peneliti dari Pusat Medis di University of Nebraska, AS, bisa dilakukan untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dia meyakini gelembung-gelembung isi oksigen itu bisa disirkulasi masuk-ke luar tubuh dengan mudah.
“Dengan metode injeksi lewat usus besar, secara teori ini bisa menjadi terapi dengan manfaat jangka panjang untuk para pasien yang bergejala parah, kita cuma belum pernah mencobanya saja,” kata Buesing.
Kunci dari pendekatan terapi ini adalah oksigen yang diperangkap dalam gelembung lemak berukuran mikrometer. Mark Borden, anggota tim peneliti dari University of Colorado, adalah yang pertama mengembangkan microbubble itu pada 1990-an. Saat itu untuk meningkatkan performa alat pindai dengan gelombang frekuensi ultrasonic (ultrasound).
Dibandingkan dengan gas oksigen murni, Borden menerangkan, “gelembung-gelembung yang sangat kecil secara berlimpah meningkatkan area permukaan dan memungkinkan jauh lebih banyak oksigen yang berdifusi menembus usus besar masuk ke dalam darah.”
Uji pada babi melibatkan 12 ekor hewan itu yang berbobot antara 40 dan 50 kilogram dan mendapat paparan asap. Setelah dua hari, kadar oksigen dalam darah (saturasi) mereka drop sampai 66 persen. Infusi oksigen lewat usus besar pada enam babi kemudian mampu meningkatkan kembali tingkat saturasi menjadi 81 persen dalam 150 menit.
Pada babi yang tidak mendapatkan terapi itu, saturasi oksigennya ada di angka 53 persen. Sebagai catatan, babi-babi dijaga dalam kondisi tenang selama uji dilakukan.
Kadar karbon dioksida dalam darah pada babi yang mendapat asupan gelembung oksigen lewat rektumnya juga terukur menurun. Sebaliknya, kadarnya terus naik pada mereka yang tak dapat perlakuan infusi oksigen.
Hasil itu, menurut Buesing, sangat penting karena karbon dioksida berkadar tinggi memiliki banyak efek merugikan termasuk menurunkan kemampuan berpikir. “Kesehatan mental menurun sampai ke sebuah titik di mana saluran pernapasan Anda tak lagi dapat dilindungi,” katanya.
Sebelumnya, masih di tahun ini, Takanori Takebe di Tokyo Medical and Dental University melakukan studi yang mirip. Bedanya Takebe menggunakan cairan yang disebut perfluorocarbon yang dapat mengikat sejumlah besar konsentrasi oksigen.
Menggunakan metode gelembung mungkin lebih mudah untuk mendapatkan perizinan terapinya tapi, Takebe mengatakan, masih butuh studi lanjutan untuk memastikan efektivitas metode itu. Takebe masih melanjutkan pengembangan terapi dengan pendekatan metodenya sendiri dengan mendirikan perusahaan EVA Therapeutics dan merancang uji klinis pada tahun ini.
Sementara, tim Respirogen yakin gelembung-gelembung oksigen akan jauh lebih efektif daripada perfluorocarbon. “Perfluorocarbon dapat mengikat oksigen dalam jumlah besar tapi tidak bisa melepas semuanya, dan mungkin tidak menurunkan kadar karbondioksida,” kata Borden.
NEW SCIENTIST, BIORXIV